BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang
(spinal cort/medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural
ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel
walaupun jumlahnya tidak banyak.
Akibat medula spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan
menjadi penyebab ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10
% trauma sistem saraf mengenai medula spinalis. Diperkirakan lebih dari 100
ribu oarang menderita paralise Akibat cidera medula spinalis dan 10 ribu oarang
atau lebih terkena cidera dalam satahun. Kebanyakan orang yang cedera medula
spinalis adalah pria berumur 18 sampai 25 tahun
Kecelakaan medula spinalis
terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tempat yang paling sering
terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak dan regio
lumbal.
Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi
dari medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satun tepi ketepi yang
lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Transaksi juga disebut
cidera Akibat medula spinalis lengkap. Quadriplegi terjadi pada pasien yang
cidera pada salah satu segmendari servikal Akibat medula spinalis. Pada tingkat
awal semua cidera Akibat medula spinalis belakang terjadi periode fleksi
paralise dan hilang semua reflek dibawah lagi. Fungsi sensori dan autonom juga
hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan,
disrefleksi otonom atau hiperefleksi juga fungsi seksual juga dapat terganggu
Perawatan awal setelah terjadi
cidera kepala medula spinalis ditujukan pada pengembalian kedudukan tulang dari
tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi
sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina.
Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan
kepala rata. Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan
tubuh.
B.
Tujuan
1.
Tujuan
umum
Untuk pemahaman asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula
spinalis.
2.
Tujuan
khusus
1.
Memahami
anatomi fisiologi medula spinalis.
2.
Memahami
koonsep dasar tentang trauma medula spinalis.
3.
Dapat
melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medula spinalis.
4.
Merumuskan
diagnosa keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Medula
spinalis terletak di dalam kanalis neural dan kolumna vertebrata, menjalar ke
bawah dan memenuhi kanalis nuralsampai setinggi veterbrata lumbalis ke dua.
Sepasang saraf spinal berada di antara perbatasan veterbrata sepanjang kolumna
veterbrata. Dibawah ujung tempat medula spinalis berakhir kanalis neura terisi
oleh saraf spinal yang memanjang ketempat keluarnya. Oleh karena neuron-neuron
menempati ruang lebih kecil dalam kanal pada lubal yang lebih rendah, disinilah
medula mungkin terbentuk paling aman.
Di
dalam medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori asenden, serabut
motorik desenden, badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (Volunteer),
serta motor neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis merupakan massa
abu-abu yang mengandung badan sel saraf dan neuron internunsial( seperti : sel
saraf terkandungseluruhnya di dalam medula).
Saraf
spinal mengandung serabut motorik dan sensorik. Setiap saraf spinal melekat
pada medula spinalis dengan radiks dorsal dan ventral. Radiks dorsalis
merupakan tempat dari badan sel saraf dan serabut neuron sensorik.
Serabut-serabut motorik ( yang badan sel saraf terletak dalam massa abu-abu)
menyilang radiks ventral sehingga kerusakan pada satu radiks dapat merusak
sensorik tanpa merusak fungsi motorik atau sebaliknya. Cedera pada saraf spinal
dapat merusak fungsi sensorik dan fungsi motorik.
Medula
spinalis berfungsi sebagai pusat reflek spinal dan juga sebagai jaras konduksi
impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari Subtansia Alba (serabut
saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri dari Subtansia Grisia ( jaringan
saraf tak bermeilin).
Trauma pada
medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal
akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya.
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma
indirek dari atas dan dari bawah.
B. Etiologi
Penyebab dari cedera medula spinalis adalah :
1.
Kecelakaan lalu
lintas
2.
Kecelakaan olahraga
3.
Kecelakaan
industi
4.
Kecelakaan
lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5.
Luka tusuk,
luka tembak
6.
Trauma karena
tali pengaman (Fraktur Chance)
7.
Kejatuhan
benda keras
1. Mekanisme
Terjadinya Cedera Medula Spinalis
Menurut Arif Muttaqin (2005, hal. 98-99) terdapat enam mekanisme terjadinya
Cedera Medula Spinalis yaitu : fleksi, fleksi dan rotasi, kompresi vertikal,
hiperekstensi, fleksi lateral, dan fraktur dislokasi. Lebih jelasnya akan
dijelaskan dibawah ini:
a)
Fleksi.
Trauma terjadi
akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
b)
Fleksi dan
rotasi.
Trauma jenis ini
merupakan trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi.
c)
Kompresi
vertikal (aksial).
Trauma vertikal
yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan kompresi aksial.
Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra secara vertikal.
d)
Hiperekstensi
atau retrofleksi.
Biasanya terjadi
hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan
ekstensi
e)
Fleksi lateral.
Kompresi atau
trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
f)
Fraktur
dislokasi.
Trauma yang
menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi
pada tulang belakang.
2. Jenis-jenis
Trauma Pada Sumsum Dan Saraf Tulang Belakang
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang
belakang dan saraf tulang belakang adalah:
1.
Transeksi
tidak total.
Transeksi
tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi
perdarahan pada sumsum tulang yang disebut hematomielia.
2.
Transeksi
total.
Transeksi
total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi
yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda spinal
shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid paralisis dibawah batas
luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal
dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi),Tidak ada keringat
dibawah batas luka, inkontinensia urine dan retensi feses à berlangsung
lama hiperreflek/paralisis spastic
Pemotongan
sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak simetrisnya
hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah batas
luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel, berkurangnya keluarnya
keringat satu sisi tubuh
Sindroma cidera medula spinalis
sebagian :
1.
Anterior
ü Paralisis
dibawah batas luka (trauma)
ü Hilangnya
sensasi nyeri dan temperatur dibawah batas luka
ü sensasi
sentuhan, pergerakan, posisi dan vibrasi tetap
2.
Central
Kelemahan motorik ekstermitas atas
lebih besar dari ekstermitas bawah
3.
Sindroma brown sequard
Terjadi akibat trauma pada bagian
anteror dan posterior pada satu sisi
ü
Ipsilateral paralisis dibawah trauma
ü
Ipsilateral hilangnya sentuhan,
vibrasi, proprioseption dibawah
4.
trauma
ü
Kontralateral hilangnya sensasi
nyeri dan temperatur dibawah lesi
D. Komplikasi
Kerusakan
medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai
kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula ( baik salah satu atau
dalam kombinasi ), sampai transaksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis dibawah
tingkat cidera ).
Bila
hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra
dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi
kontisio atau robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi
darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah
lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus.
Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain
itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan
menekan radiks saraf spinal.
1. Pendarahan Mikroskopik
Pada semua cidera madula spinalis atau
vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan kecil.Yang disertaireaksi
peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan secara
drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga
saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
2. Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik,
dan Reflek
Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol
motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua
refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda
dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi
sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen
diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor
sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok Spinal
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua
refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera.
Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi
kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok
spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara
normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan
fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi
dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang
ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan
rektum.
4. Hiperrefleksia Otonom
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan
saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan
darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok
spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan
mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf
simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi
pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan
darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap
pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan
stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg
melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi
pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat
memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi
korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan
vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati
lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat
tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat
meningkat melebihi 200 mmHg sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya menyebabkan
hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi
reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
5. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik
volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis
ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih
tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada
transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda
yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
a) Autonomic
Dysreflexia
terjadi adanya lesi diatas T6 dan
Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat,
goose flesh, nasal stuffness
b) Fungsi
Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita
kenikmatan seksual berubah
E. Penatalaksanaan medis
Menurut
Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu :
1.
Pemeriksaan
klinik secara teliti:
a)
Pemeriksaan neurologis
secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan refleks.
b)
Pemeriksaan
nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya fraktur
dislokasi.
c)
Keadaan umum
penderita.
2.
Penatalaksanaan
fraktur tulang belakang:
a)
Resusitasi
klien.
b)
Pertahankan
pemberian cairan dan nutrisi.
c)
Perawatan
kandung kemih dan usus.
d)
Mencegah
dekubitus.
e)
Mencegah
kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.
1.
Identitas
klien, meliputi nama, usia (kebanyakan
terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena
sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.
2.
Keluhan utama
yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma.
3.
Riwayat
penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang
belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka
tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan
benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai
hilangnya sensibilitas secara total
dan melemah/ menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan hilangnya
refleks-refleks.
4.
Riwayat
kesehatan dahulu. Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat
trauma medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
5.
Riwayat
kesehatan keluarga. Untuk
mengetahui ada penyebab herediter atau tidak
6.
Masalah
penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.
7.
Riwayat
penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan
meliputi adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis dan osteoartritis.\Pengkajian psikososiospiritual.
8.
Pemeriksaan fisik.
a)
Aktivitas isteraha
Tanda :
kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada/ dibawah lesi.
Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan adanya kompresi saraf)
b)
Sirkulasi
Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi atau bergerak.
Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi,
ektremias dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
c)
Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi
urine. Distensi abdomen, peristaltic usus hilang. Melena, emesis berwarna
seperti kopi tanah/hematemesis
d)
Integritas Ego
Gejala :
Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
e)
Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus
hilang ( ileus paralitik)
f)
Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
g)
Neurosensori
Gejala
: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada
lengan /kaki. Paralysis flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal
teratasi, tergantung pada area spinal yang sakit.
Tanda :
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok
spinal.Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/ vasomotor, kehilangan
refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi
pupil,ptosis, kehilangan keringat dari bagian tubuh yang terkena karena
pengaruh trauma spinal.
h)
Nyeri/kenyamanan
Gejala
; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat
diatas daerah trauma
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan
vertebral.
i)
Pernapasan
Gejala
: napas pendek, “ lapar udara” sulit
bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea,
penurunan bunyi napas, ronki,pucat, sianosis.
j)
Keamanan
gejala
: suhu yang berfluktuasi
k)
Seksualitas
gejala
: keinginan untuk kembali seperti fungsi
normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme),
menstruasi tidak teratur.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang dialami klien
2.
Resti injuri /
cedera korda spinalis b/d kompres korda sekunder dari cedera spinal servikal
tidak stsbil.
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan fraktur lumbalis
4.
Inkontinensia defekasi bd kerusakan
saraf motorik bawah
5.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang terpaparnya informasi
C. Intervensi Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan
kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang dialami klien
Ø
kaji faktor yang menurunkan
toleransi nyeri
Ø
kurangi atau hilangkan faktor yang
meningkatkan nyeri
Ø
Pantau tanda- tanda vital
Ø
Ajarkan tekhnik distraksi dan
relaksasi
Ø
Kolaborasi dalam pemberian obat
Analgetik
2.
Resti injuri /
cedera korda spinalis b/d kompres korda sekunder dari cedera spinal servikal
tidak stsbil.
Ø
Monitor TTV
Ø
Monitor tiap
jam akan adanya syok spinal pada fase awal cedera selama 48 jam.
Ø
Lakukan Teknik
Pengangkatan cara log rolling atau long
back boord pada setiap transportasi klien.
Ø
Imobilisasi
leher terutama pada klien yang mengalami cedera spinal tidak stabil.
Ø
Beri penjelasan
tentang kondisi klien.
Ø
Kolaborasi
dengan Tim medis.
Ø
Pemeriksaan
radiologi
3.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan fraktur lumbalis
Ø
Tingkatkan mobilitas dan pergerakan
yang optimal
Ø
Tingkatkan mobilitas ekstremitas
atau Latih rentang pergerakan sendi pasif
Ø
Posisikan tubuh sejajar untuk
mencegah komplikasi
Ø
Anjurkan keluarga untuk memandikan
klien dengan air hangat.
Ø
Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali
Ø
inspeksi kulit terutama yang
bersentuhan dengan tempat tidur
4.
Inkontinensia defekasi bd kerusakan
saraf motorik bawah
Ø
Kaji adanya gangguan pola eliminasi
(BAB)
Ø
observasi adanya peses di pampers
klien\
Ø
Anjurkan kepada klien untuk memberi
tahu perawat atau keluarga kalau terasa BAB
Ø
Anjurkan kepada keluarga untuk
sering mengawasi klien
Ø
Jelaskan kepada klien tentang adanya
gangguan pola eliminasi
5.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang terpaparnya informasi
Ø
Kaji tingkat pengetahuan klien
Ø
Kaji latar belakang pendidikan klien
Ø
Berikan penkes kepada klien dan
keluarga tentang penyakit dan diit makanan yang dapat mempercepat penyembuhan
Ø
Berikan kesempatan klien untuk
bertanya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang
(spinal cort/medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural
ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta
intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.
Trauma pada
medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra, dan lumbal
akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya.
Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma
indirek dari atas dan dari bawah.
Penyebab dari cedera medula spinalis adalah :
1.
Kecelakaan lalu
lintas
2.
Kecelakaan
olahraga
3.
Kecelakaan
industi
4.
Kecelakaan
lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5.
Luka tusuk,
luka tembak
6.
Trauma karena
tali pengaman (Fraktur Chance)
7.
Kejatuhan
benda keras
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson,
2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta
Tutuapri Lariani, 2012. Sistem Neoro
BEHA Vior. Selemba Medika.Jakarta
http://irsalcimura.blogspot.com/2012/11/askep-cedera-medula-spinalis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar