BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Encephalitis adalah
infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak,
1985). Sekarang
ini begitu banyak penyakit yang menyerang anak-anak. Apalagi bilamengingat
tubuh anak-anak yang masih rentan, menyakit ringan pun bias jadi membahayakan.
Hal itu juga yang berlaku untuk menyakit neurologist.Penyakit yang menerang
persyarafan ini dapat disebabkan oleh berbagaifactor. Diantaranya adalah
trauma, infeksi atau bahkan memang bawaan dari lahir.Pada makalah kali
ini,encephalitis. Sebenarnya penyakit ini bukanmasalah yang baru di masyarakat.
Fenomena penyakit ini sudah sering muncul. Akan tetapi mungkin masyarakat belum
banyak tahu mengenai penyakit itu.Makalah ini akan membantu orang tua dalam
mengawasi perkembangan fisik anak. Khususnya untuk melindungi dari penyakit
neurologist. Pembahasanmakalah in akan berfokus pada pengertian, penyebab,
gejala, perjalanan penyakit dan cara penanganan secara medis
B.Tujuan
Mengetahui dan
memahami pengertian, penyebab, gejala dan penatalaksanaan medis penyakit
encephalitis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
ü Encephalitis adalah
infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
ü Encephalitis adalah
infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen
(+) (Pedoman diagnosis dan terapi, 1994).
ü Encephalitis adalah
radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia
atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).
B.
Etiologi :
a. Mikroorganisme : bakteri,
protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus menurut
Robin :
1. Infeksi virus yang bersifat
epidermik :
a. Golongan enterovirus =
Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus ARBO = Western
equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis,
Murray valley encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat
sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
3. limfogranuloma, mumps,
limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
4. disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
5. Encephalitis pasca infeksio,
pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia,
6. pasca mononucleosis,
infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
7. respiratorius yang tidak
spesifik.
b. Reaksin toxin seperti pada
thypoid fever, campak, chicken pox.
c. Keracunan : arsenik, CO.
C. Patofisologi.











Peningkatan TIK
![]() |



pertukaran gas
![]() |










![]() |
Gangguan integritas kulit Gangguan
cairan dan elektrolit
D.
Tanda dan Gejala.
a. Demam.
b. Sakit kepala dan biasanya
pada bayi disertai jeritan.
c. Pusing.
d. Muntah.
e. Nyeri tenggorokan.
f.
Malaise.
g. Nyeri ekstrimitas.
h. Pucat.
i.
Halusinasi.
j.
Kaku kuduk.
k. Kejang.
l.
Gelisah.
m. Iritable.
n. Gangguan kesadaran.
E. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Pemeriksaan cairan
serebrospinal. Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel
dengan dominasi sellimfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam
batas normal.
2. Pemeriksaan EEG.
Memperlihatkan proses
inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah.
3. Pemeriksaan virus.
Ditemukan virus pada CNS
didapatkan kenaikan titer antibody yang spesifik terhadap virus penyebab.
F.
Penatalaksanaan.
1. Pengobatan penyebab : Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes
encephalitis : Adenosine arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
2. Pengobatan suportif. Sebagian
besar pengobatan encephalitis adalah : pengobatan nonspesifik yang bertujuan mempertahankan
fungsi organ tubuh.
Pengobatan
tersebut antara lain :
o ABC (Airway breathing, circulation)
harus dipertahankan sebaik-baiknya.
o Pemberian makan secara
adequate baik secara internal maupun parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.
o Obat-obatan yang lain apabila
diperlukan agar keadaan umum penderita tidak bertambah jelek.
G.
Komplikasi
a. Akut :
1.
Edema otak.
2.
SIADH.
3.
Status konvulsi.
b. Kronik :
1. Cerebral palsy.
2. Epilepsy.
3. Gangguan visus dan
pendengaran.
H. Diagnosa banding.
Meningitis TB, Sidrom reye, Abses otak, Tumor otak, Encefalopati.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ENCEPHALITIS
Proses keperawatan merupakan metode yang diterpakan untuk membantu
perawat dalam melakukan praktek
keperawatan secara sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan secara ilmiah.
Sasaran yang ingin dicapai yaitu memperbaiki dan memelihara kesehatan yang
dihadapi klien sehingga akan mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Budi Anna
Kelliat,1994).
A.
Pengkajian.
Data-data yang di identifikasikan masalah kesehatan yang dihadapi
penderita, meliputi :
a. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi :
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien
satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong
penderita untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit
kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang
meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari
penyakit yang pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal berlangsung
antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri
tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis
yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron.
Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal
berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak.
d. Riwayat kehamilan dan
kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal
dan post natal. Dalam riwayat prenatal
perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu terutama
penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam usia kehamilan
aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada
anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi
ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak
setelah lahir. Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan
meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak
(J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana
kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
f.
Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan
keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan
ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno
marram, 1983).
g. Riwayat social.
Lingkungan dan keluarga anak sangat
mendukung terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari
penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat
dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah
keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991).
h. Kebutuhan dasar (aktfitas
sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering
terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan
kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan
peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang,
hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di
atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung
tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan
untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
i.
Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan
fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian
fisik keperawatan secara umum meliputi :
1. Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat
disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
2.
Gangguan system pernafasan.
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak
teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi
paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
3. Gangguan system
kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
4. Gangguan system
gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan
tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat
terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih,
1994).
j.
Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami
penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami hospitalisasi yang lama,
kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal
ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social
anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya.
Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai
tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan
anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian
dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.
B.
Diagnosa Keperawatan
·
DX I : Potensi terjadi peningkatan tekanan intrakranial
sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan
jaringan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan intrakranial tidak
terjadi, yang ditandai dengan: Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial seperti peningkatan tekanan darah, denyut nadi lembat, pernafasan
dalam dan lambat, hiperthermia, pupil melebar, anisokor, refleks terhadap
cahaya negatif, tingkat kesadaran menurun.
Intervensi:
a. Kaji ulang status neurologis
yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama GCS.
b. Monitor TTV: tekanan darah,
denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai keadaan klien stabil.
c. Naikkan kepala dengan sudut
15-45 derajat (tidak diperekstensi dan fleksi) dan posisi netral (dari kepala
hingga daerah lumbal dalam garis lurus).
b. Monitor intake dan output
cairan tiap 8 jam sekali.
c. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat anti edema seperti manitol, gliserol dan lasix.
d. Berikan oksigen sesuai
program dengan saluran pernafasan yang lancar.
Rasional:
a. Peningkatan TIK dapat
diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Peningkatan TIK dapat
diketahui secara dini untuk menentukan tindakan selanjutnya.
c. Dengan posisi tersebut maka
akan meningkatkan dan melancarkan aliran balik vena darah sehingga mengurangi
kongesti serebrum, edema dan mencegah terjadi peningkatan TIK. Posisi netral
tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah penekanan pada saraf spinalis
yang menambah peningkatan TIK.
d. Tindakan ini mencegah
kelebihan cairan yang dapat menambah edema serebri.
e. Obat-obatan tersebut dapat
menarik cairan untuk mengurangi edema otak.
f.
Mengurangi hipoksemia dapat meningkatkan vasodilatasi
serebri, volume darah dan TIK.
·
DX. II : Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan
penumpukan sekret pada jalan nafas.
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas bisa efektif, oksigenasi adekuat
yang ditandai dengan: Frekuensi pernafasan 20-24 x/menit, irama teratur, bunyi
nafas normal, tidak ada stridor, ronchi, sheezing, tidak ada pernafasan cuping
hidung pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi.
Intervensi:
a. Kaji ulang kecepatan
kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi nafas.
b. Atur posisi klien dengan
posisi semi fowler.
c. Lakukan fisioterapi dada.
d. Lakukan penghisapan lendir
dengan hati-hati selama 10-15 detik. Catat sifat, warna dan bau sekret.
e. Observasi TTV terutama
frekuensi pernapasan.
f.
Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
oksigen, monitor ketepatan terapi dan komplikasi yang mungkin timbul.
Rasional:
a. Perubahan yang terjadi
berguna dalam menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian otak
yang terkena.
b. Dengan posisi tersebut maka
akan mengurangi isi perut terhadap diafragma, sehingga ekspansi paru tidak
terganggu
c. Dengan fisioterapi dada
diharapkan sekret dapat dirontokan ke jalan nafas besar dan bisa dikeluarkan.
d. Dengan dilakukannya
penghisapan sekret maka jalan nafas akan bersih dan akumulasi sekret bisa
dicegah sehingga pernafasan bisa lancar dan efektif.
e. TTV merupakan gambaran
perkembangan klien sebagai pertimbangan dilakukannya tindakan berikutnya.
f.
Pemberian oksigen dapat meningkatkan oksigenasi otak.
Ketepatan terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya keracunan oksigen serta
iritasi saluran nafas.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Encephalitis
adalah infeksi jaringan atas oleh berbagai macam mikroorganisme (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Penyebab dari enchephalitis adalah Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing,
jamur, spirokaeta dan virus, Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak,
chicken pox, Keracunan : arsenik, CO. Tanda dan Gejala. Demam, Sakit kepala
dan biasanya pada bayi disertai jeritan ,Pusing, Muntah, Nyeri tenggorokan,
Malaise, Nyeri ekstrimitas, Pucat, Halusinasi, Kaku kuduk, Kejang,
Gelisah,Iritable, Gangguan kesadaran.
Diagnosa
·
DX I : Potensi terjadi peningkatan tekanan intrakranial
sehubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak akibat proses peradangan
jaringan.
·
DX. II : Tidak efektifnya jalan nafas sehubungan dengan
penumpukan sekret pada jalan nafas.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner / Suddarth, Medical Surgical
Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984
Doenges, Marilyn E, Nursing Care
Plans, F.A.Davis Company, Philadelphia, 1993
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar