BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sindroma
nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan edema
anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan
lipiduria (Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya
digambarkan oleh histologi, yaitu sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM)
yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom nefrotik pada anak dengan umur
rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa saja namun
penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu
kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan anak perempuan. (Gunawan, 2006) Angka kejadian SN pada anak tidak
diketaui pasti, namun laporan dari luar negeri diperkirakan pada anak usia
dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000
anak (Pardede, 2002). Menurut Raja Syeh angka kejadian kasus sindroma nefrotik
di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000 penduduk (Republika, 2005). Sedangkan
kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari
100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Untuk kejadian di
Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung mulai dari tahun 2006. (Israr,
2008)
Sifat
khusus dari penyakit sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya
pengobatan dan timbulnya penyulit, baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun
oleh karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom nefrotik
adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan,
hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan penyulit yang mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk infeksi yang sering dijumpai
pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis.
Obat-obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada umumnya sangat toksik
seperti kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian kortikosteroid dosis
tinggi dalam waktu yang lama dapat menekan sistem imun (imunocompromised) dan
menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan seperti munculnya infeksi
sekunder. Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana mestinya akan mengakibatkan kekambuhan
dan resisten terhadap steroid (Arcana, 2000). Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasakan etiologi, berat, luas kerusakan
ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan.
Namun sejak diperkenalkannya kortikosteroid, mortalitas keseluruhan sindrom
nefrotik telah menurun drastis dari lebih dari 50% menjadi sekitar 2-5%.
(Wirya, 2002)
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman yang
nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Pasien. D dengan sindrom
nefrotik
2.
Tujuan Khusus
a. Melakukan
pengkajian pada An. D dengan sindroma nefrotik di bangsal Anggrek RSUD Sragen.
b. Merumuskan
dan menegakkan diagnosa keperawataan pada pasien dengan sindroma nefrotik di bangsal
Anggrek RSUD Sragen.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
ü Sindrom
Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein
urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
ü Sindrom
Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang
terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).
B.
Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umunya
dibagi menjadi :
a.
Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan
sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaterna
b.
Sindrom nefrotik sekunder disebabkan
oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits
kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis,
dan lain-lain.
c.
c.Sindrom nefrotik idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya).
C. Patofisiologi
Edema permebilitas
dinding kap. Glomerolar ---loss of protein (proteinuria)---hipoalbumin----tek
os plasma ----cairan intra vaskuler pindah ke interstisial ---edema vol intra vas. <, ----penurunan perfusi
ginjal---kompensasi produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti
diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi
kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.Terjadi peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma.Adanya
hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati
yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria).Menurunya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau
defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217 )
D. Manifestasi klinik
Manifestasi
utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk
ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke
abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Penurunan jumlah urin : urine
gelap, berbusa, Pucat Hematuri Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa
usus. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan
umumnya terjadi.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily
L.2002 )
E. Pemeriksaan Penunjang.
·
Uji urine
1)Protein
urin – meningkat
2)Urinalisis
– cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick
urin – positif untuk protein dan darah
4) Berat
jenis urin – meningkat
·
Uji darah
1)Albumin
serum – menurun
2)Kolesterol
serum – meningkat
3)Hemoglobin
dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap
darah (LED) – meningkat
5)Elektrolit
serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
·
Uji
diagnostik Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak
dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).
F.
Penatalaksaan
medis
Istirahat
sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar
makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Riwayat :
o
Identitas anak: nama, usia, alamat,
telp, tingkat pendidikan, dll.
o
Riwayat kesehatan yang lalu:
pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
o
Riwayat kelahiran, tumbuh kembang,
penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi
dan pengobatan.
o
Pola kebiasaan sehari – hari : pola
makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau bermain,
dan pola eliminasi.
2.
Riwayat penyakit saat ini:
ü
Keluhan utama
ü
Alasan masuk rumah sakit
ü
Faktor pencetus
ü
Lamanya sakit
3.
Pengkajian sistem
·
Pengkajian umum: TTV, BB, TB,
lingkar kepala, lingkar dada(terkait dgn edema).
ü
Sistem kardiovaskuler : irama dan
kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.
ü
Sistem pernafasan : kaji pola
bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung.
ü
Sistem persarafan : tingkat
kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah
dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
ü Sistem
gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali /
splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
ü Sistem
perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
4.
Pengkajian keluarga
ü Anggota
keluarga
ü Pola
komunikasi
ü Pola
interaksi
ü Pendidikan
dan pekerjaan
ü Kebudayaan
dan keyakinan
ü Fungsi
keluarga dan hubungan
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d kehilngan nafsu makan
2.
Nyeri/ gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan asites
3.
Gangguan integritas kulit b/d edema
dan menurunnya sirkulasi.
- Resiko
infeksi b/d terapi immun osuppresivedan hilangnya gama globuli
C. Intervensi
Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan b/d kehilngan nafsu makan
Tujuan : pasien mendapatkan nutrisi optimal
Kriteria
hasil : anak mengkonsumsi jumlah makanan
bernutrisi yang adekaut
Intervensi
ü
Beri
makanan sedikit tapi sering
ü
Berikan
makanan special( yang diseuakai anak) dan dengan cara yang menarik
ü
Puji anak
atas apa yang mereka makan pujian
ü
Libatkan
anak dalam pemilihan makanan
Rasional
ü
Meminimalkan
anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunkan peristaltik
ü
Merangsang
nafsu makan anak sehingga anak mau makan
ü
Pujian
dapat berupa motivasi agar anak mau makan
ü
Anak dapat
memilih makanan sesuai dengan yang
diinginkan
2.
Nyeri /gangguan rasa nyaman b/d
asietas
Tujuan : menyatakan nyeri hilang
Kriteria
hasil : meninggkatkan kenyaman pasien
Intervensi
ü Izinkan
pasien untuk memulai posisi yang nyaman
ü Berikan
tindakan nyaman aktifitas senggang
ü Beriakn
dureik sesuai instruksi
Rasional
ü Menurunkan
tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control
ü Meningkatkan
relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
ü Pemberian
diuretik dimaksud untuk memberikan penghilangan sementara dari edema sehingga
asites berkurang
3.
Gangguan integritas kulit b/d edema
dan menurunnya sirkulasi.
Tujuan : integritas kulit terjaga.
KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi
tenderness bila disentuh.
Intervensi :
ü
Mengatur atau merubah posisi setiap
2 jam atau sesuai kondisi.
ü
Pertahankan kebersihan tubuh anak
setiap hari dan pengalas tempat tidur.
ü
Gunakan lotion bila kulit kering.
ü
Kaji area kulit : kemerahan,
tenderness dan lecet.
ü
Support daerah yang edema dengan
bantal.
ü
Lakukan aktifitas fisik sesuai
dengan kondisi anak.
4.
Resiko infeksi b/d terapi
imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
·
Hasil laborat ( leukosit ) dbn
·
Tanda- tanda vital stabil
·
Tidak ada tanda – tanda infeksi
Intervensi :
·
Mencuci tangan setiap akan kontak
dengan anak
·
Kaji tanda – tanda infeksi
·
Monitor tanda – tanda vital
·
Monitor pemeriksaan laboratorium
·
Kolaborasi medis untuk pemberian
antibiotik
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sindrom
Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein
urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550). Sebab pasti belum diketahui.
Umunya dibagi menjadi :
a.
Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan
sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaterna
b.
Sindrom nefrotik sekunder disebabkan
oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits
kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis,
dan lain-lain.
c.
Sindrom nefrotik idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya).
Edema permebilitas dinding kap. Glomerolar ---loss of
protein (proteinuria)---hipoalbumin----tek os plasma ----cairan intra vaskuler
pindah ke interstisial ---edema vol
intra vas. <, ----penurunan perfusi ginjal---kompensasi produksi renin – angiotensin
dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Gangguan integritas kulit b/d edema
dan menurunnya sirkulasi.
2.
Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan
hilangnya gama globulin.
3.
Resiko kurangnya volume cairan
(intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
4.
Resiko kelebihan volume cairan b/d
retensi sodium dan air.
5.
Kecemasan pada anak dan keluarga b/d
hospitalisasi pada anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan
Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan
Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar
Smeltzer, Suzanne C, 2001,
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC :
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar