Senin, 14 Desember 2015

Pemberian Oksigen Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN.

A.      Latar Belakang
Kita menganggap bahwa pernapasan yang baik sebagai sesuatu yang wajar sehingga kita menyadari kita secara tarusmenerus bernapas. Jika ada gangguan dalam pernapasan baru kita mengingat bahwa oksigen sangatlah penting. Kekurangan oksigen dalam beberapa menit saja dapat berakibat fatal bagi organ-organ pernapasan didalam tubuh kita,bahkan bisa mengakibatkan kematian. Oksigen(O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2)dan air(H2O)












BAB II
TEKNIK PEMBERIAN OKSIGEN

A.      Definisi
Pemberian terapi oksigen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.

B.      Tujuan
ü  Memenuhi kekurangan oksigen
ü  Membantu kelancaran metabolisme
ü  Sebagai tindakan pengobatan
ü  Mencegah hipoksia
ü  Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

C.      Indikasi
Terapi ini dilakukan pada penderita :
ü  Dengan anoksia atau hipoksia
ü  Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan
ü  Selama dan sesudah dilakukan narcose umum
ü  Mendapat trauma paru
ü  Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda shock, dispneu, cyanosis, apneu
ü  Dalam keadaan coma

D.      Kontra indikasi
Kasus-kasus yang tak diperkenankan menggunakan terapi ini antara lain adalah orang dengan kelainan paru-paru karena bisa mengakibatkan pecahnya paru-paru dalam ruangan bertekanan tinggi, orang dengan riwayat operasi paru, infeksi saluran nafas atas, cedera paru, tumor ganas, orang yang mengidap penyakit-penyakit menular lain dan mengidap gaustrophobia (rasa takut berada dalam ruangan tertutup). Karena itu, biasanya pasien diminta menyediakan data pemeriksaan darah lengkap dan hasil foto rontgen paru minimal 6 bulan berselang sebelum memulai terapi oksigen hiperbarik ini. Jadi bila ingin mencoba terapi oksigen mutakhir dengan cara menghirup oksigen murni dalam ruangan hiperbarik ini tentu saja tak ada salahnya, tetapi jangan lupa untuk memenuhi persyaratan dan prosedurnya serta satu hal yang paling penting yaitu harus terlebih dahulu dimulai dengan berkonsultasi pada ahlinya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
F.       Persiapan alat
1. Alat :
o   Tabung oksigen beserta isinya
o   Regulator dan flow meter
o   Botol pelembab
o   Masker atau nasal prong
o   Slang penghubung
2. Penderita
o   Penderita diberi penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan
o   Pendrita ditempatkan pada posisi yang sesuai

G.     Prosedur Kerja
a.       Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya
b.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan
c.       Hubungkan nasal prong atau masker dengan slang oksigen ke botol pelembab
d.      Pasang ke penderita
e.      Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan
f.        Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi lepas nasal prong atau masker dari penderita
g.       Tabung oksigen ditutup
h.      Penderita dirapikan kembali
i.         Peralatan dibereskan




H.     Perhatian
o   Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen
o   Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat menimbulkan kebakaran
o   Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada botol
o   Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering bila tidak dipakai
o   Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering
o   Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru kronis karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan hipoventilasi,hypercarbia diikuti penurunan kesadaran.
o   Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2 liter/menit, kemudian dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan














BAB III
TEKNIK PEMASANGAN NEBULIZER
A.      Definisi
Nebulizer adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap. Biasanya untuk pengobatan saluran pernafasan bagian lebih bawah
B.      Tujuan
ü  Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
ü  menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas
ü  sehingga lendir menjadi encer dan mudah keluar
ü  menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
ü  melegakan pernafasan
ü  mengurangi pembekakan selaput lendir
ü  mencegah pengeringan selaput lendir
ü  mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
ü  menghilangkan gatal pada kerongkongan

C.      Indikasi
ü  pasien sesak nafas dan batuk
ü  broncho pnemonia
ü  ppom (bronchitis, emfisema)
ü  asma bronchial
ü  rhinitis dan sinusitis
ü  paska tracheostomi
ü  pilek dengan hidung sesak dan berlendir
ü  selaput lendir mengering
ü  iritasi kerongkongan, radang selaput lendir
ü  saluran pernafasan bagian atas

D.      Kontra indikasi
Pada penderita trakeotomi, pada fraktur didaerah hidung


E.       Persiapan alat
ü  nebulizer
ü  tissue
ü  selang/kanul udara
ü  sarung tangan
ü  obat inhalasi
ü  kapas alkohol
ü  masker, nasal canule, mouthpiece
ü  neirbeken
ü  kasa lembab
ü  nacl 0,9 %

F.       Prosedur Kerja
1.       Alat didekatkan, pakai sarung tangan
2.       Atur pisisi fowler
3.       Jalan nafas dibersihkan, hidung dibersihkan dengan kapas lembab, kapas yg kotor buang ke neirbeken
4.       Obat dimasukkan dlm tempat penampungan obat
5.       Hubungkan masker/nasal canule/mouthpiece pada klien sehingga uap dan obat tidak keluar
6.       Klien dianjurkan nafas dalam secara teratur
7.       Bila klien merasa lelah, matikan nebulizer sebentar, berikan kesempatan klien istirahat
8.       Setelah obat sudah habis, matikan mesin nebulizer
9.       Berikan 02 ½ liter/mnt atau sesuai instruksi
10.   Perhatikan keadaan umum
11.   Alat dibersihkan dan dirapikan, sarung tangan dilepas
12.   Cuci tangan




BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pemberian terapi oksigen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.
Tujuan
ü  Memenuhi kekurangan oksigen
ü  Membantu kelancaran metabolisme
ü  Sebagai tindakan pengobatan
ü  Mencegah hipoksia
ü  Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung

Nebulizer adalah suatu jenis cara inhalasi dengan menggunakan alat pemecah obat untuk menjadi bagian-bagian seperti hujan/uap untuk dihisap. Biasanya untuk pengobatan saluran pernafasan bagian lebih bawah
Tujuan
ü  Mengobati peradangan saluran pernafasan bagian atas
ü  menghilangkan sesak selaput lendir saluran nafas bagian atas
ü  sehingga lendir menjadi encer dan mudah keluar
ü  menjaga selaput lendir dalam keadaan lembab
ü  melegakan pernafasan
ü  mengurangi pembekakan selaput lendir
ü  mencegah pengeringan selaput lendir
ü  mengendurkan otot dan penyembuhan batuk
ü  menghilangkan gatal pada kerongkongan


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Amin, Hood Alsagaff,WBM Taib Saleh,Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994



Minggu, 13 Desember 2015

Asuhan Keperawatan Sindroma Nefrotik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan lipiduria (Prodjosudjadi, 2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik dapat menyerang siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1 sampai 5 tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan anak perempuan. (Gunawan, 2006) Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui pasti, namun laporan dari luar negeri diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002). Menurut Raja Syeh angka kejadian kasus sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000 penduduk (Republika, 2005). Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Untuk kejadian di Jawa Tengah sendiri mencapai 4 kasus terhitung mulai dari tahun 2006. (Israr, 2008)
Sifat khusus dari penyakit sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbulnya penyulit, baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia. Infeksi merupakan penyulit yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Bentuk infeksi yang sering dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi saluran kemih, dan sepsis. Obat-obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada umumnya sangat toksik seperti kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat menekan sistem imun (imunocompromised) dan menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan seperti munculnya infeksi sekunder. Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana mestinya akan mengakibatkan kekambuhan dan resisten terhadap steroid (Arcana, 2000). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasakan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan. Namun sejak diperkenalkannya kortikosteroid, mortalitas keseluruhan sindrom nefrotik telah menurun drastis dari lebih dari 50% menjadi sekitar 2-5%. (Wirya, 2002)

C. Tujuan
1.      Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman yang nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Pasien. D dengan sindrom nefrotik
2.  Tujuan Khusus
a.       Melakukan pengkajian pada An. D dengan sindroma nefrotik di bangsal Anggrek RSUD Sragen.
b.      Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawataan pada pasien dengan sindroma nefrotik di bangsal Anggrek RSUD Sragen.










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
ü  Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550).
ü  Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).

B.     Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
a.       Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi  fetomaterna
b.      Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,    penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
c.       c.Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
                
C.    Patofisiologi
Edema permebilitas dinding kap. Glomerolar ---loss of protein (proteinuria)---hipoalbumin----tek os plasma ----cairan intra vaskuler pindah ke interstisial ---edema  vol intra vas. <, ----penurunan perfusi ginjal---kompensasi produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma.Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria).Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217 )

D.    Manifestasi klinik
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, Pucat Hematuri Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 )

E.     Pemeriksaan Penunjang.
·         Uji urine
1)Protein urin – meningkat
2)Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4) Berat jenis urin – meningkat
·         Uji darah
1)Albumin serum – menurun
2)Kolesterol serum – meningkat
3)Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap darah (LED) – meningkat
5)Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
·         Uji diagnostik Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).

F.     Penatalaksaan medis
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Riwayat :
o   Identitas anak: nama, usia, alamat, telp, tingkat pendidikan, dll.
o   Riwayat kesehatan yang lalu: pernahkah sebelumnya anak sakit seperti ini?
o   Riwayat kelahiran, tumbuh kembang, penyakit anak yang sering dialami, imunisasi, hospitalisasi sebelumnya, alergi dan pengobatan.
o   Pola kebiasaan sehari – hari : pola makan dan minum, pola kebersihan, pola istirahat tidur, aktivitas atau bermain, dan pola eliminasi.

2.      Riwayat penyakit saat ini:
ü  Keluhan utama
ü  Alasan masuk rumah sakit
ü  Faktor pencetus
ü  Lamanya sakit

3.      Pengkajian sistem
·         Pengkajian umum: TTV, BB, TB, lingkar kepala, lingkar dada(terkait dgn edema).
ü  Sistem kardiovaskuler : irama dan kualitas nadi, bunyi jantung, ada tidaknya cyanosis, diaphoresis.
ü  Sistem pernafasan :  kaji pola bernafas, adakah wheezing atau ronki, retraksi dada, cuping hidung.
ü  Sistem persarafan : tingkat kesadaran, tingkah laku ( mood, kemampuan intelektual,proses pikir ), sesuaikah dgn tumbang? Kaji pula fungsi sensori, fungsi pergerakan dan fungsi pupil.
ü  Sistem gastrointestinal : auskultasi bising usus, palpasi adanya hepatomegali / splenomegali, adakah mual, muntah. Kaji kebiasaan buang air besar.
ü  Sistem perkemihan : kaji frekuensi buang air kecil, warna dan jumlahnya.
4.      Pengkajian keluarga
ü  Anggota keluarga
ü  Pola komunikasi
ü  Pola interaksi
ü  Pendidikan dan pekerjaan
ü  Kebudayaan dan keyakinan
ü  Fungsi keluarga dan hubungan

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kehilngan nafsu makan
2.      Nyeri/ gangguan rasa nyaman berhubungan dengan asites
3.      Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
  1. Resiko infeksi b/d terapi immun osuppresivedan hilangnya gama globuli
C.    Intervensi Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kehilngan nafsu makan
Tujuan           : pasien mendapatkan nutrisi optimal
Kriteria hasil : anak mengkonsumsi jumlah makanan bernutrisi yang adekaut

Intervensi
ü  Beri makanan sedikit tapi sering
ü  Berikan makanan special( yang diseuakai anak) dan dengan cara yang menarik
ü  Puji anak atas apa yang mereka makan pujian
ü  Libatkan anak dalam pemilihan makanan
Rasional
ü  Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunkan peristaltik
ü  Merangsang nafsu makan anak sehingga anak mau makan
ü  Pujian dapat berupa motivasi agar anak mau makan
ü  Anak dapat memilih makanan sesuai  dengan yang diinginkan

2.      Nyeri /gangguan rasa nyaman b/d asietas
Tujuan           : menyatakan nyeri hilang
Kriteria hasil : meninggkatkan kenyaman pasien

Intervensi
ü  Izinkan pasien untuk memulai posisi yang nyaman
ü  Berikan tindakan nyaman aktifitas senggang
ü  Beriakn dureik sesuai instruksi
Rasional
ü  Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa control
ü  Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
ü  Pemberian diuretik dimaksud untuk memberikan penghilangan sementara dari edema sehingga asites berkurang

3.      Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
Tujuan : integritas kulit terjaga.
KH : Tidak ada tanda kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh.
Intervensi :
ü  Mengatur atau merubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi.
ü  Pertahankan kebersihan tubuh anak setiap hari dan pengalas tempat tidur.
ü  Gunakan lotion bila kulit kering.
ü  Kaji area kulit : kemerahan, tenderness dan lecet.
ü  Support daerah yang edema dengan bantal.
ü  Lakukan aktifitas fisik sesuai dengan kondisi anak.

4.      Resiko infeksi b/d terapi imunosuppresive dan hilangnya gama globulin.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
·         Hasil laborat ( leukosit ) dbn
·         Tanda- tanda vital stabil
·         Tidak ada tanda – tanda infeksi
Intervensi :
·         Mencuci tangan setiap akan kontak dengan anak
·         Kaji tanda – tanda infeksi
·         Monitor tanda – tanda vital
·         Monitor pemeriksaan laboratorium
·         Kolaborasi medis untuk pemberian antibiotik












BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004 : 550). Sebab pasti belum diketahui. Umunya dibagi menjadi :
a.       Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi  fetomaterna
b.      Sindrom nefrotik sekunder disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glomerulonefrits kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,    penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dan lain-lain.
c.       Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
Edema permebilitas dinding kap. Glomerolar ---loss of protein (proteinuria)---hipoalbumin----tek os plasma ----cairan intra vaskuler pindah ke interstisial ---edema  vol intra vas. <, ----penurunan perfusi ginjal---kompensasi produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air.
Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan integritas kulit b/d edema dan menurunnya sirkulasi.
2.      Resiko infeksi b/d terapi immunosuppresivedan hilangnya gama globulin.
3.      Resiko kurangnya volume cairan (intravaskuler) b/d proteinuria, edema dan efek diuretik.
4.      Resiko kelebihan volume cairan b/d retensi sodium dan air.
5.      Kecemasan pada anak dan keluarga b/d hospitalisasi pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
Rauf , Syarifuddin, 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, Volume 2, EGC : Jakarta